Kamis, 23 Desember 2010

Kemandirian yang membanggakan.

Miyamoto Musashi adalah tokoh historis Jepang, hidup sekitar awal abad 17 dimasa permulaan kekuasaan Shogunat Tokugawa. Konon, bagi orang Jepang laki-laki ini begitu memberikan arti. Dua kapal perang terbesar kekaisaran Jepang saat PD II salah satunya dinamakan sesuai dengan namanya.

Musashi bukanlah negarawan, keturunan bangsawan ataupun seorang Jenderal kenamaan. Dia sekedar pendekar pedang yang diseparo akhir hidupnya kemudian mendalami seni. Sebagai pendekar, dia juga tidak mempunyai tuan (daimyo) tempat mengabdi. Sebagian hidupnya dihabiskan dengan menjadi samurai pengembara (shugyosa) yang menjelajahi seantero Jepang dan tetap merdeka dengan menjadi Ronin (samurai tak bertuan).

Namun sebagai pendekar pedang dia bukanlah pendekar kebanyakan. Sampai usia 30 dia telah melakukan sekitar 60 pertarungan dan sekalipun terkalahkan. Kemenangan pertama diperoleh diusia 13 tahun, dengan menewaskan seorang pendekar yang lebih tua. Ini sangat luar biasa mengingat ia tak punya guru formal yang mengajarinya bermain pedang. Padahal lawan bertarungnya adalah pendekar terkenal yang berasal dari perguruan pula.

Duel Musashi yang paling terkenal adalah saat melawan Sasaki Kojiro di pulau Funa (terletak antara Honshu dan Kyusu). Menurut cerita, orang Jepang masih membicarakan duel ini sampai sekarang. Waktu itu Kojiro juga telah mendapatkan reputasi sebagai pemain pedang tak terkalahkan di provinsi barat. Kojiro menggunakan pedang panjangnya yang terkenal (dinamai Galah Pengering), sedang Musashi membawa pedang kayu (sebagaimana sering digunakan dalam duel-duelnya yang lain) yang diukirnya dari sebatang dayung. Pertarungan diakhiri dengan tewasnya Sasaki Kojiro.

Setelah pertarungan itu Musashi mulai lebih sedikit terlibat pertarungan, apalagi yang sampai membawa kematian lawannya. Dia menjadi terfokus untuk mendalami semua seni. Dimasa tuanya dia dikenal sebagai seniman dengan banyak kebiasaan. Melukis dengan tinta India, hingga membuat patung. Lagi-lagi seperti kemampuannya bermain pedang, kematangan seninya pun diperolehnya dengan tanpa guru.

Diakhir hidupnya Musashi menulis buku yang kemudian menjadi master peace nya. Kitab tipis yang diberinya judul Lima Lingkaran, yang tetap terkenal hingga sekarang. Buku ini berisi perenungannya tentang jalan pedang dan berisi pemikiran tentang filosofi hidupnya. Disebut Lima Lingkaran karena dia membagi bukunya dalam lima bab: Tanah, Api, Air, Angin, dan Kehampaan.

Melihat sepintas cerita hidupnya, barangkali inilah yang membuat Musashi begitu besar buat orang Jepang. Ditinjau dari asal usul Musashi bukan keturunan klan yang terkenal. Padahal dizaman feodal, klan bisa berarti segalanya. Kemandirian dan kemerdekaannya juga membuat orang kagum. Tak pernah dia memiliki guru ataupun tuan sebagaimana samurai kebanyakan waktu itu.

Ada satu cerita menarik saat Musashi akan bertarung melawan Klan Yoshioka. Sebelum pertarungan dia sempat masuk kke satu kuil dan berdoa mohon pada Dewa. Beberapa waktu setelah berdoa, rasa malu kemudian melandanya. Musashi berpendapat tak layak dia menggantungkan diri pada dewa. Meski dia menghormati dewa-dewa tapi hanya dirinya sendiri lah yang seharusnya diandalkan.

Ringkasnya Musashi adalah seorang yang mencapai puncak karena self-made, tanpa koneksi atau keturunan. Dan pencapaian itu dia bayar dengan tekad baja, kemandirian, kerja keras, disiplin, integritas dan ketekunan yang luar biasa.

Tidak ada komentar: